G12 – Keterlibatan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ihsan Yunus, sama sekali tidak muncul dalam dakwaan kedua terdakwa kasus dugaan korupsi bantuan sosial Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja. Ihsan merupakan Anggota DPR RI Dapil Jambi.
Keduanya adalah pengusaha. Menguapnya peran Ihsan dalam dakwaan itu mengejutkan sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang menangani perkara ini. Sebab, peran Ihsan tergambar jelas selama penyidikan perkara Harry dan Ardian.
Dua penegak hukum yang mengetahui pengusutan ini mengatakan penyidik sempat terkejut mengetahui isi dakwaan tersebut. Mereka baru mengetahuinya ketika jaksa penuntut membacakan dakwaan kedua terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, dua hari lalu. “Penyidik sama sekali tidak mengetahui kenapa nama Ihsan tidak ada di dakwaan,” kata sumber dilansir Tempo, Kamis kemarin.
Ia mengatakan sesungguhnya peran Ihsan sudah tergambar jelas saat penyidikan perkara korupsi bantuan sosial. Indikasinya, rumah orang tua Ihsan di Jalan Raya Hankam, Cipayung, Jakarta Timur, digeledah KPK pada 12 Januari lalu. Keterlibatan Ihsan juga terungkap ketika penyidik KPK merekonstruksi perkara ini, dua pekan lalu.
Dalam rekonstruksi itu, penyidik memunculkan Ihsan, yang diperankan orang lain. Di situ digambarkan bahwa Ihsan mendatangi kantor Kementerian Sosial pada Februari 2020. Lalu, ia bertemu dengan Syafii Nasution, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial.
Pertemuan ini merupakan perkenalan antara Ihsan dan Syafii. Pejabat pembuat komitmen bantuan sosial daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, Adi Wahyono, ikut menghadiri pertemuan itu. Adi adalah tersangka dalam perkara ini. Tersangka lainnya adalah mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, dan pejabat pembuat komitmen bantuan sosial, Matheus Joko Santoso.
Pada adegan berikutnya, penyidik memunculkan nama Agustri Yogasmara dengan pemeran pengganti. Penyidik KPK memberi label pada nama Agustri dengan tulisan “operator Ihsan Yunus”. Agustri adalah pengusaha dan mantan pegawai Bank Muamalat.
Dalam beberapa adegan juga tergambar bahwa Agustri berkali-kali menerima uang dari Harry Sidabukke. Uang itu diduga merupakan fee proyek bantuan sosial yang diterima Harry dari para vendor. Total uang yang diduga diterima Ihsan lewat Agustri dan Harry mencapai Rp 17 miliar.
Raibnya berbagai dugaan keterlibatan Ihsan itu diduga untuk meloloskan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini dari perkara bantuan sosial. Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai hilangnya nama Ihsan dalam dakwaan patut dicurigai. Sebab, selama penyidikan perkara Harry Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, dugaan keterlibatan Ihsan sudah terang benderang.
“Hal ini sangat janggal karena dalam rekonstruksi perkara, nama Ihsan sudah muncul,” kata Kurnia.
Ia menduga lenyapnya nama Ihsan dari dakwaan boleh jadi adalah upaya untuk meloloskan mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu dari perkara korupsi bantuan sosial.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, membantah anggapan bahwa lembaganya menghilangkan nama Ihsan dalam dakwaan. Ali juga membantah ada intervensi pimpinan KPK dalam penyusunan surat dakwaan tersebut. Ia mengatakan surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut KPK mengacu pada hasil proses penyidikan yang tertuang dalam berkas perkara.
“Surat dakwaan itu yang menyusun penuntutan. Tidak ada intervensi pimpinan,” kata dia.
Ali berdalih bahwa semua nama yang muncul dalam rekonstruksi perkara belum tentu bisa dibuktikan keterlibatannya. Sebab, rekonstruksi bertujuan mensinkronkan keterangan-keterangan saksi.
“Tujuan rekonstruksi itu bukan untuk pembuktian, melainkan untuk lebih jelasnya, sehingga bisa menjadi petunjuk perbuatan tersangka, bukan perbuatan saksi,” ujarnya. “Jangan paksakan kalau fakta tidak ada. KPK itu basisnya alat bukti.”
Ihsan Yunus, yang diminta konfirmasi seusai pemeriksaan kemarin, menolak berkomentar. “Tanya sama penyidik, ya,” katanya.
Selain peran Ihsan yang lenyap dari dakwaan, KPK diduga sejak awal memang hendak meloloskan Ihsan dari rasuah tersebut. Dugaan itu terlihat dari beberapa indikasi. Misalnya, proses penggeledahan rumah dan pemeriksaan Ihsan yang terlambat dilakukan.
Dua sumber, yang mengetahui pengusutan perkara bantuan sosial ini, mengatakan sejak awal tim penyidik KPK sudah mengusulkan untuk menggeledah rumah Ihsan dan Herman Hery, Ketua Komisi Hukum DPR dari PDI Perjuangan, yang juga diduga mendapat kuota jumbo bantuan sosial. Namun pimpinan KPK tak mengajukan izin penggeledahan terhadap kedua rumah legislator tersebut.
Pimpinan KPK baru mengajukan permohonan izin penggeledahan rumah Ihsan ke Dewan Pengawas KPK pekan ini. Setelah disetujui, tim KPK baru menggeledah rumah Ihsan di kawasan Pulomas, Jakarta Timur, dua hari lalu. Karena penggeledahan terlambat, tim KPK sama sekali tidak menemukan jejak proyek bantuan sosial di kediaman Ihsan. “Diduga rumah itu sudah dibersihkan sejak awal,” kata sumber Tempo ini.
Pemeriksaan terhadap Ihsan baru dilakukan kemarin. Bulan lalu, penyidik KPK disebut-sebut juga sudah hendak memeriksa Ihsan dan Herman. Penyidik hendak mengkonfirmasi kuota jumbo bantuan sosial yang diterima keduanya serta dugaan penerimaan fee dari para vendor. Namun pemeriksaan itu tak mendapat restu pimpinan KPK. Persetujuan pimpinan KPK diduga baru turun pada pekan lalu, tapi baru khusus untuk pemeriksaan Ihsan.
Indikasi berikutnya, pimpinan KPK dari awal mengusulkan agar penyidik membuka penyelidikan baru jika hendak mengembangkan perkara korupsi bantuan sosial tersebut. Sedangkan penyidik berencana mengembangkan perkara ini kepada penerima fee lainnya.
Beberapa sumber menceritakan pimpinan terbelah dalam menyikapi pengembangan perkara ini. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sependapat dengan keinginan penyidik. Namun keempat pemimpin KPK lainnya tetap berkukuh agar dibuka penyelidikan baru mengenai urusan pengadaan proyek bantuan sosial itu. Deputi Penindakan KPK Karyoto juga sependapat dengan rencana ini.
Karyoto yang dihubungi belum menjawab permintaan konfirmasi itu. Namun sebelumnya ia pernah mengatakan lembaganya bakal melakukan penyelidikan baru proyek bantuan sosial Covid-19.
“Saya sudah perintahkan kepada tim sidik, semua hasil laporan yang kira-kira mengarah ke tersangka baru, kita kembalikan ke penyelidikan dulu untuk melakukan penyelidikan secara terbuka terhadap pengadaan barang dan jasanya. Nanti akan dikaji satu-satu,” kata Karyoto, 5 Februari lalu.
Nawawi Pomolango belum membalas permintaan konfirmasi soal ini. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar membantah tudingan bahwa pimpinan meminta agar pengembangan perkara dilakukan dari awal penyelidikan, bukan dari penyidikan. “Info dari mana? Tidak ada dalam rapat begitu,” katanya.
Mengenai penggeledahan di rumah Ihsan, Ali Fikri menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan karena dalam perjalanannya, tim menemukan petunjuk baru. Ia mengatakan penggeledahan di rumah saksi bertujuan menemukan alat bukti pendukung untuk melengkapi fakta hukum perkara tersebut.
“Kalau bukti utama, sudah dapat dan izin geledah bisa diajukan oleh tim penyidik kepada Dewas,” kata Ali.
Sumber: Tempo.co
Discussion about this post