GERAK12 – Kecenderungan masyarakat untuk melakukan perjalanan pada momen libur panjang ditegaskan menjadi pemicu lonjakan kasus Covid-19. Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B. Harmadi mengatakan, peningkatan mobilitas akan menciptakan kerumunan yang berarti terjadi penurunan kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
“Inilah yang memicu lonjakan kasus. Lalu saat terjadi lonjakan kasus, beban pada pelayanan kesehatan juga ikut meningkat,” kata Sonny dalam Dialog bertema Terus Kencangkan Protokol Kesehatan yang diselenggarakan KPCPEN dan ditayangkan di FMB9ID_IKP, Kamis (20/5).
Dikhawatirkan, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit akan datang secara bersamaan dalam jumlah besar. Terlebih, telah terbukti terjadi lonjakan kasus pada empat momen libur panjang di sepanjang 2020. Lonjakan itu pun diikuti peningkatan kematian akibat Covid-19.
“Kalau sampai 7-8 ribu pasien dirawat bersamaan, maka RS akan sangat kewalahan sehingga tidak bisa membantu dengan maksimal,” ungkap Lia G. Partakusuma selaku Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).
Kekhawatiran berikutnya, adalah jumlah tenaga kesehatan yang tidak mencukupi jika jumlah kasus di RS meningkat bersamaan.
“SDM di ICU harus khusus, belum lagi apabila jumlah penularan tinggi, maka SDM kita akan mudah tertular seperti awal tahun yang lalu, banyak tenaga kesehatan kita tertular Covid-19,” kata Lia.
Saat ini, keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) secara nasional tercatat kurang dari 30 persen. Namun beberapa provinsi telah menunjukkan peningkatan BOR yang cukup signifikan, seperti Aceh dan Sulawesi Barat dengan BOR di atas 50 persen.
“Ada juga beberapa provinsi yang BOR-nya mencapai 25-50 persen seperti Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Riau. Lalu yang peningkatannya 10-24 persen ada di Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Jambi,” kata Lia menambahkan.
Untuk menekan dan menghindari kondisi itu, tahun ini pemerintah pun memberlakukan larangan mudik. Sonny menilai keputusan itu efektif, dengan penurunan lalu lintas transportasi baik laut, udara, dan darat hingga 93 persen.
“Angkutan udara pun turun 70 persen. Esensi pelarangan mudik itu adalah agar masyarakat jangan melakukan perjalanan pada tanggal berapapun,” tutur Sonny.
Batasi Kerumunan
Larangan mudik tersebut terbukti meredam keinginan masyarakat untuk pulang ke kampung halaman. Penelitian litbang Satgas Covid-19 yang sebelumnya menunjukkan sebanyak 33 persen ingin mudik, turun menjadi 11 persen setelah pemberlakuan larangan. Menyusul sosialisasi terus menerus, keinginan mudik masyarakat turun lagi di angka 7 persen.
Guru Besar FKUI Soedjatmiko mengimbau agar masyarakat membatasi kerumunan di manapun berada, baik mudik maupun tidak. Warga yang tidak mudik dianjurkan untuk tidak berkerumun di tempat umum seperti pusat perbelanjaan dan tempat wisata.
Mengutip data Satgas Covid-19, Soedjatmiko menyebut dari 6 sampai 7 orang yang berkerumun, setidaknya 1 orang positif Covid-19.
“Apalagi dalam kerumunan itu kecenderungan mengabaikan protokol kesehatan juga tinggi, seperti memakai masker tidak benar, bahkan tidak memakai masker sama sekali,” katanya.
Imbauan yang sama juga ditegaskan berlaku bagi mereka yang sudah menerima vaksinasi lengkap. Menurutnya, tidak ada jaminan seseorang benar-benar kebal terhadap Covid-19. Orang yang sudah divaksin, lanjutnya, masih berpeluang tertular Covid-19 sebesar 35 persen.
“Apabila ada keluarga yang mudik atau pernah berkerumun selama 1 jam atau lebih, perlu diwaspadai. Sarankan untuk swab antigen atau PCR, dan bila perlu laporkan ke ketua RT/RW dan Satgas Covid-19 di lingkungan masing-masing,” kata Soedjatmiko. (CNN Indonesia)
Discussion about this post