G12 – Forum Warga Kota (FAKTA) menyatakan warga berhak menggugat pemerintah daerah (pemda) yang dinilai gagal mencegah jatuhnya korban lantaran mengabaikan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal potensi banjir.
“Banyaknya jatuh korban dan kerugian bisa menjadi indikasi bahwa pemerintah daerah tidak menjalankan tugasnya menolong warga dengan baik. Warga korban banjir bisa menggugat pemdanya ke pengadilan jika tidak dijalankannya sistem peringatan dini dan sistem bantuan darurat,” tutur Ketua FAKTA Indonesia Azas Tigor Nainggolan, Rabu (10/2).
Ia menjelaskan gugatan bisa dilakukan karena negara mempunyai BMKG yang bertugas memberikan peringatan dini cuaca dan bisa digunakan sebagai acuan antisipasi banjir oleh pemerintah.
Melalui UU No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, lanjut Tigor, pemerintah dan pemerintah daerah diamanatkan agar memanfaatkan informasi dari BMKG dengan optimal. Salah satunya, untuk memastikan dan melindungi keselamatan jiwa hingga harta, serta kepentingan dan potensi nasional.
“Adalah kewajiban pemerintah daerah menerjemahkan informasi yang diberikan oleh [Badan] Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dalam rangka memberikan informasi dini dan membangun sistem bantuan darurat,” katanya.
Jika kedua tugas tersebut tak dilakukan, Tigor menyebut aturan ini bisa dijadikan dasar hukum gugatan warga terhadap pemda ke meja hijau.
“Gugatan warga ini perlu dilakukan untuk melindungi hak hidup warga negara dan memperbaiki kinerja pelayanan pemerintah dan pemerintah daerah ke depannya,” lanjut dia.
Peneliti Perairan Darat dan Sistem Pemodelan Pusat Penelitian Limnologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Apip menjelaskan banjir merupakan bencana hidrometeorologis yang umumnya disebab oleh cuaca ekstrem dan biofisik atau keadaan lahan dan lingkungan di lokasi bencana.
Namun, ia mengatakan risiko dan kerugian banjir sesungguhnya bisa ditekan melalui mitigasi bencana yang perlu dibentuk pemerintah dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.
“Mitigasi bencana banjir bertujuan untuk meminimalkan nilai risiko yang dapat dilakukan dengan penurunan level bahaya dan meningkatkan resiliensi masyarakat dan infrastruktur yang berada di dalamnya,” jelas Apip.
Mitigasi bencana banjir, lanjut dia, dapat dilakukan dengan penataan daerah aliran sungai (DAS), membuat bangunan penampung air permukaan seperti waduk dan bedungan, serta membuat sistem pelimpasan aliran permukaan seperti pompa dan drainase.
Sementara, peringatan dini dari BMKG berperan besar untuk mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian materiil benda bergerak menjelang kejadian bencana. Ketika peringatan bencana disampaikan, kata dia, upaya penanggulangan harus segera dilakukan.
Namun, ia menegaskan upaya ini tidak cukup jika tidak didukung dengan peningkatan daya tampung serta resiliensi DAS dan edukasi masyarakat setempat. Ini menurutnya penting untuk memastikan banjir tidak berulang.
Apip mengatakan banjir di Indonesia umumnya disebabkan oleh menurunnya kualitas DAS, kerentanan masyarakat, dan infrastruktur terhadap banjir yang tinggi, dan perubahan sifat curah hujan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
“Situasi sosial ekonomi, kondisi real penggunaan ruang yang banyak tidak sesuai dengan konsep teknis rencana tata ruang, serta dihiraukannya peta informasi bahaya banjir dalam pengembangan area pemukiman adalah beberapa hal yang menyebabkan tingginya kerentanan,” tambahnya.
BMKG menyatakan empat provinsi, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur berstatus siaga banjir. Lalu, DKI Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Yogyakarta, Bali, NTB, dan NTT berstatus waspada banjir.
Belakangan, bencana banjir pun sudah didapati di beberapa daerah seperti di Kalimantan Selatan dan Semarang, Jawa Tengah. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap terdapat penyusutan tutupan hutan di DAS Barito yang menampung air di wilayah Kalsel.
Sementara di Semarang, banjir ditengarai karena penyesuaian infrastruktur penampung air yang seharusnya meminimalisir potensi banjir tidak berbanding lurus dengan laju pembangunan di kota itu.
Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sudah tercatat 232 kejadian banjir sepanjang 2021. Banjir jadi bencana dengan frekuensi kejadian tertinggi sejauh ini.
Sumber: CNN
Discussion about this post