GERAK12 – Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah tiga orang ke luar negeri dalam kasus korupsi pengadaan bansos tanggap darurat pandemi Covid-19 di Kabupaten Bandung Barat. KPK menyatakan tiga orang ini penting, tapi masih rahasia.
“KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (29/3).
Ali mengatakan pelarangan dilakukan sejak 26 Februari 2021 hingga enam bulan ke depan. Ali mengatakan pencegahan dilakukan agar orang-orang penting itu bisa gampang dipanggil kalau dibutuhkan. Jangan sampai, ketika dipanggil KPK orang tersebut sedang ke luar negeri.
“Sehingga dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik KPK,” kata Ali.
KPK memang telah mengakui sedang menyidik kasus korupsi pengadaan barang tanggap darurat atau bansos di Bandung Barat tahun 2020. Tapi, KPK belum mengumumkan siapa tersangka di kasus ini. KPK era Firli Bahuri memang punya kebijakan baru. Identitas tersangka baru diumumkan saat penahanan. Dalam proses penyidikan, sejumlah nama penjabat Pemda ikut terseret. Misalnya, Bupati Bandung Barat Aa Umbara yang rumahnya sudah digeratak oleh penyidik KPK.
Sementara itu, Jaksa KPK mengungkapkan adanya pemberian dua sepeda brompton yang diterima operator anggota DPR RI Fraksi PDIP Ihsan Yunus Dapil Provinsi Jambi, Agustri Yogasmara, dari terdakwa kasus suap bansos Corona, Harry Van Sidabukke. Hal itu diungkapkan oleh saksi bernama Lucky Falian Setiabudi.
Lucky adalah Direktur Utama PT Agritech Sejahtera, PT Agritech, kata Lucky, adalah salah satu perusahaan yang tergabung sebagai penyedia bansos Corona melalui PT Pertani. Dia juga merupakan teman dekat Harry.
Jaksa KPK awalnya mengonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Lucky yang mengaku bertemu dengan Agustri Yogasmara dan Harry Van di Jakarta Selatan. Lucky pun meralat keterangan itu, menurutnya, saat itu Yogas tidak datang, yang datang adalah seseorang bernama Iman Ikram.
“Pernah tidak Saudara bersama Harry bertemu dengan Agustri Yogasmara di Pasific Place, SCBD, Jakarta?” tanya jaksa KPK M Nur Azis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (29/3).
“Oh itu izin klarifikasi dalam pertemuan itu nggak jadi ketemu Yogas, tapi jadinya ketemu Iman Ikram. Waktu itu lupa pak, izin klarifikasi,” jelas Lucky.
Menurut Lucky, pertemuan itu membahas tentang adanya pengurangan kuota bansos. Lucky mengaku tidak mendengar langsung dan hanya diceritakan oleh Harry.
“Pengurangan paket yang didapat dari kalau nggak salah 200 ribu jadi 175 ribu,” kata Lucky.
“Punya siapa ke siapa?” tanya jaksa lagi.
“Di situ ditulis Yogas, Pak,” ucap Lucky.
“Dari 200 menjadi 175, ditahap sepuluh 200 paket, ditahap sebelas 175 ribu, oleh karena itu di tahap 135 untuk Mandala, dan 40 untuk Pertani?” ungkap jaksa yang diamini Lucky.
Selain itu, jaksa mengonfirmasi perihal sepeda Brompton yang diminta Yogas. Lucky mengatakan Yogas meminta 2 unit Brompton kepada Harry.
“Saya cuman diceritain kalau Harry dimintain untuk 2 unit Brompton, ya oleh Yogas,” tegas Lucky.
Lucky mengatakan sepeda itu sudah diserahkan ke Yogas. Namun dia mengaku tidak tahu berapa harga sepeda itu.
“Sudah dikasih, nggak tahu kapan diserahkan. (Harga) kurang tahu, nggak ngerti sepeda,” tutur Lucky.
Untuk diketahui, terkait sepeda Brompton, Yogas pernah menyerahkan dua unit sepeda merek Brompton ke KPK. Yogas menyerahkan sepeda itu pada Rabu (10/2/2021).
Dalam rekonstruksi yang digelar penyidik KPK pada Senin (1/2) lalu, terungkap bahwa operator Ihsan Yunus itu menerima uang sebesar Rp 1,5 miliar dan 2 unit sepeda Brompton dari tersangka Harry Van Sidabukke. Namun rekonstruksi itu dibantah Yogas.
“Kalau aku nerima yang dituduhkan itu, nggak usah Rp 1 miliar, Rp 100 ribu aja Mas, nanti Mas kalau di akhirat ketemu aku, aku masuk surga bilang ‘jangan sampai aku masuk surga’,” kata Yogas.
Yogas mengakui bahwa dia memang mengenal Ihsan Yunus dan Harry Van Sidabukke. Tapi dia tak menyebut bagaimana hubungan dia dengan Ihsan dan Harry dalam perkara korupsi bansos tersebut.
“Itu yang perlu aku klarifikasi. Saya kenal, kenal dengan beliau dan saya nanti insyaallah-lah nanti kawan-kawan juga mungkin proses penyidikan atau apapun. Apakah itu benar atau nggak nanti insyaallah aku akan melakukan pembelaan terkait dituduhkan,” tegasnya.
Dalam sidang ini, yang duduk sebagai terdakwa adalah Harry Van Sidabukke. Harry disebut jaksa memberi suap Rp 1,28 miliar.
Jaksa menyebut pemberian uang suap bertujuan agar Kemensos menunjuk perusahaan mereka sebagai penyedia bansos sembako Corona. Mereka juga memberikan fee Rp 10 ribu per paket bansos Corona ke Juliari Batubara setiap kali mereka mendapatkan proyek itu. Uang inilah yang disebut uang operasional.
Sumber: tempo.co dan detik.com
Discussion about this post